Ada apa dengan angka 5?
Lagu anak-anak berjudul “Balonku Ada 5” seketika menyeruak dalam ingatan. Entah kenapa A.T Mahmud menciptakan lirik menggunakan angka 5 alih-alih dua balon yang lebih sederhana. Apakah anak-anak sejak dini sudah diajarkan untuk berani bermimpi mempunyai lebih dari target minimal dua balon di genggaman?
Kita tinggalkan jawaban atas pertanyaan tersebut sejenak. Kita beralih pada fakta & rasa yang dialami. Coba Anda berhenti membaca artikel ini sejenak, kemudian memanggil kenangan saat target Anda berhasil diraih. Bagaimana intensitas rasa saat hal tersebut sedang diperjuangkan dengan ketika target tersebut tercapai. Tidak dapat dipungkiri bahwa perhatian, fokus, energi lebih banyak tercurah saat proses demi proses dilalui dibandingkan hasil yang diterima.
Sebentar, tidak perlu berkomentar dengan kalimat “berarti Anda kurang bersyukur dengan impian yang sudah tercapai?” Justru kebahagiaan itu memuncak ketika tahu hasilnya. Yang sedang kita bahas adalah, perbandingan intensitas energi yang melingkupi antara proses, menunggu dan mengetahui hasil. Ternyata di setiap tahapan proses menuju target, intensitas dan daya tarik meninggi, debar jantung terasa lebih cepat, semua upaya diasah fokusnya. Karenanya, ketika satu target tercapai, Anda mulai membuat impian berikutnya. Hal ini lumrah. Karena fitrah manusia itu sendiri merupakan proses mewujud dari hidup sampai redup. Agar hidup lebih hidup. Agar rasa Syukur senantiasa menyertai. Agar di setiap perjumpaan dengan makhluk hidup, mereka turut mengamini.
Lalu ada apa dengan angka 5? Angka 5 adalah angka psikologis, titik penentuan. Kita akan berhenti sejenak mengevaluasi ketika mencapai kelipatan angka 5 dan melihat arah grafik. Apakah mata uang digital Bitcoin akan bearish di bawah $90.000 atau bullish melewati $125.000 tahun ini? Contoh sederhana, perhatikan usia kritis Anda pada kelipatan 5. Apa yang sudah terjadi? Perhatikan reset dunia (baca: Covid-19) terjadi tahun 2020, lalu sekarang kita berada di tengah yaitu tahun 2025 menuju reset dunia selanjutnya (apakah itu?).
Tahun 2030 ternyata hampir di depan mata, hanya 5 tahun lagi dari sekarang. Jargon Indonesia Emas 2030 sudah jarang sekali terdengar. Jika pun ada terlintas, gaungnya sudah mulai mereda. Entah karena dulu terlalu sering diperdengarkan sehingga kini tidak lagi berdampak signifikan atau kita sibuk mengadu nasib dan melihat hanya sedepa di lingkaran tubuh. Seperti makan apa hari ini, outfit apa yang cocok dipakai, ikut-ikutan karena takut ketinggalan tren alias fomo (Fear of Missing Out), menyalahkan lingkungan tanpa solusi, mengeluh dan bersikap toksik pada keadaan, sibuk mengomentari hidup orang lain dengan dalih peduli padahal hanya pengen tahu alias kepo (Knowing Every Particular Object). Hingga scroll media sosial berjam-jam tanpa ditimpa dengan kegiatan produktif setelahnya. Ternyata kita seterlena itu, terlupa melihat jauh dari luar tubuh.
Tahun 2030, hanya hitungan jari sebelah tangan. Apa yang Anda siapkan dari sekarang hingga 5 tahun kedepan? Akan kah 2030 menjadi tahun emas, bahkan berlian atau sekedar kerikil untuk Anda? Entah apa yang akan kita hadapi 5 tahun lagi saat reset terjadi. Yang dapat kita kontrol saat ini adalah diri sendiri. Berupaya sesuai peran masing-masing memberi kontribusi positif di dunia sekecil apapun itu. Karena kita hidup disini dan belum berpindah alam.
Pada tanggal yang sama tahun 2030, mari kita berbagi kisah. Berjanjilah kita hanya akan melakukan permainan “We Listen & We Don’t Judge”. Karena saat itu tiba, kita adalah insan yang sedang bermain peran menembus mesin waktu, melihat kembali dimana peristiwa bermula, tepat 5 tahun sebelumnya. Semoga kita semua selamat.
(catatan kecil di angka cantik: 250125)