Fatia Fatimah

Mengurai Terkadang

Mengurai Terkadang

Terkadang melihat dari jauh meski dekat
Terkadang lelah saat rehat
Terkadang relaks saat penat

Terkadang terjaga saat terlelap
Agar dapat terbang tanpa sayap

Terkadang terkurung pada waktu
Agar dapat menyapa
Terkadang tak apa saat tak tahu apa-apa
Agar dapat tahu saat tak tahu

Terkadang butuh diam saat kata-kata mulai berdarah
Terkadang tanya tak lagi perlu saat jawaban mengarah

Mendengar angin berbisik saat badai
Sederhana indah mengurai

Hope.

Posted in PoemsLeave a Comment on Mengurai Terkadang

Invited Speaker

Recent contributions:

  • Konsultansi Penyiapan Artikel Layak Terbit. LPPM Universitas Terbuka, UT Pusat, Tangerang Selatan, 18-19 September 2019.

Batch 3_Artikel Layak terbit

Batch 3_Menemukan yang Tepat

  • Konsinyering Penulisan Artikel pada Jurnal Bereputasi. LPPM Universitas Terbuka, Jakarta Selatan, 30 April-4 Mei 2019.

Batch 2_How to Write a Paper for A Good Journal

Batch 2_How to Recognize Someone as a Researcher

  • Pendampingan Penulisan Artikel Ilmiah Bereputasi. LPPM Universitas Terbuka, Sentul, Bogor, 12-17 Februari 2019:

Batch 1_Teknik Punulisan Artikel

Batch 1_Register Peneliti

  • Diklat Teknis Substantif Guru Matematika MTs Kementerian Agama, Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau. Padang, Sumbar, 20 Maret2019.

Materi Essensial Statistika MTS

*2018*

  • Seminar rutin matematika Universitas Andalas. Padang, Unand, 12 September 2018.

Soft sets_teori, aplikasi dan potensi penelitian_math unand

  • Workshop peningkatan kerja sama perguruan tinggi swasta. Kopertis Wilayah X, 30 Maret 2018 .
Posted in Contact MeLeave a Comment on Invited Speaker

Conference

Oral Presentation:

*2019*

The 8th SEAMS-UGM 2019 International Conference on Mathematics and Its Applications: Deepening Mathematical Concepts for Wider Application through Multidisciplinary Research and Industries Collaborations. Dual Hesitant N-Soft Sets, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 29 Juli sampai 1 Agustus 2019

International Congress on Industrial and Applied Mathematics. The Multi-Fuzzy N-Soft Set and Its Operations, Valencia, Spanyol, 15-19 Juli, 2019

*2018*

9th International Conference on Intelligent Systems, IS2018. Expanded Dual Hesitant Fuzzy Sets, Funchal, Portugal, 25-27 September 2018

Internasional Conference on Basic Sciences and Its Application 2018. Prediction of Missing Data in N-Soft Sets, 23-24 Agustus 2018, Padang

*2015*

The First International Conference on Statistical Methods in Engineering, Science, Economy, and Education (SESEE-2015), Soft Set Constraints for Decision Making, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 19-20 September 2015

The 7th SEAMS Universitas Gadjah Mada, An Application of Probabilistic Soft Sets in A Decision Making, Univeritas Gadjah Mada, Yogyakarta, 18-21 Agustus 2015

*2012*

Seminar 1st International Conference on Open and Distance e-Learning (1ICODEL), Implementation of Online Tutorial at Universitas Terbuka, Manila, Pilipina, 22-24 Februari 2012

*2011*

Seminar Internasional Asian Association of Open Universities (AAOU), The Improvement of Academic Quality at Universitas Terbuka, Indonesia, Penang, Malaysia, 26 September–1 Oktober 2011

Posted in ResearchLeave a Comment on Conference

An overview of my research:

Current research: https://fatia.staff.ut.ac.id/2019/01/15/current-research/

Publications : https://fatia.staff.ut.ac.id/2019/01/15/publications/

My profiles at academic social networks:

https://www.researchgate.net/profile/Fatia_Fatimah

https://www.scopus.com/authid/detail.uri?authorId=57194021799

https://scholar.google.co.id/citations?user=ZChp7X8AAAAJ&hl=en&oi=ao

http://sinta2.ristekdikti.go.id/authors/detail?id=5973332&view=overview

http://orcid.org/0000-0002-6883-4402

 

Posted in ResearchLeave a Comment on

Kenapa Mama Masih Belajar Padahal Sudah Tamat S-3?

SEBELUM beranjak tidur, anak saya, Af, tiba-tiba bertanya pertanyaan di atas. Mungkin pertanyaan yang sudah lama ia pendam setelah mengamati kegiatan mamanya setiap malam. Saya agak lama tercenung sebelum akhirnya mencoba menjawab. Jawaban yang diupayakan tidak diplomatis agar tidak menjadi tambahan pikiran baginya, anak kelas empat Sekolah Dasar. Kenapa? Karena implementasi kurikulum pendidikan anak-anak kita di lapangan, pada umumnya, masih sarat dengan prioritas menguras otak daripada lebih banyak bermain dan membangun karakter. Meski sudah beberapa kali pergantian kurikulum. Pada akhirnya, saya memilih untuk menghindari jawaban seperti “belajar itu sepanjang hayat”. Agar ia dapat tidur dengan tenang.

Pada perguruan tinggi, perubahan kurikulum juga merupakan keniscayaan. Saat ini, setiap perguruan tinggi dihimbau untuk mampu mengadaptasi kebutuhan era Revolusi Industri generasi keempat (RI 4.0). Hal tersebut ditegaskan kembali oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) dalam bentuk rekomendasi hasil rapat kerja nasional (rakernas) di Universitas Diponegoro (Ristekdikti, 4 Januari 2019). Salah satu dari tujuh fokus rekomendasi berbunyi, “Penyesuaian sistem & kurikulum yang diintegrasikan dengan sistem pembelajaran online ataupun blended learning tanpa menambah SKS. Penyesuaian ini termasuk fleksibilitas dalam penerapan model semester atau triwulan”

Terinspirasi dari cara seorang anak bertanya, timbul pertanyaan mendasar namun penting. Cukup satu pertanyaan yang dapat menjadi renungan kita bersama. Kenapa mahasiwa butuh kurikulum baru? Jika merujuk pada arahan Kemenristekdikti (Belmawa Ristekdikti, 19 Mei 2018) maka jawabannya adalah lulusan perguruan tinggi diharapkan dapat menguasai minimal tiga literasi baru yaitu: technology literacy, big data literacy serta humanity literacy. Namun apa jadinya jika yang menjawab mahasiswa.

Karena terkadang, entah banyak atau hanya sekelebat, pelaksanaan pergantian kurikulum tidak selalu didasari prioritas untuk kepentingan mahasiswa. Padahal pergantian kurikulum tidak lah gampang, cepat dan murah. Banyak pakar yang dilibatkan untuk berfikir keras agar blueprint kurikulum baru terbentuk. Sehingga wajar, pertemuan demi pertemuan diselenggarakan, baik tingkat nasional seperti bimbingan teknis antara utusan perguruan tinggi dan Kemenristekdikti sampai tingkat regional di perguruan tinggi masing-masing. Pertemuan untuk membahas pengembangan kurikulum, mulai dari sistematika penyusunan kurikulum di setiap program studi hingga cara pelaksanaan kurikulumnya.

Tipe pelaksanaan kurikulum biasanya diserahkan ke masing-masing perguruan tinggi sesuai kebutuhan. Apakah menerapkan ekivalensi kurikulum atau tidak. Pada ekivalensi kurikulum, mahasiswa baru dan lama wajib menggunakan kurikulum baru. Sebaliknya, pada non ekivalensi kurikulum, mahasiswa lama menggunakan kurikulum lama dan mahasiswa baru menggunakan kurikulum baru.

Bagaimana jika ada tipe ketiga yang diberi nama semi ekivalensi kurikulum? Pada tipe ini, semua angkatan menggunakan kurikulum baru kecuali mahasiswa lama yang mengulang mata kuliah. Hal ini dapat diterapkan misalnya pada perguruan tinggi yang menerapkan pembelajaran jarak jauh atau kurikulum yang diintegrasikan dengan sistem pembelajaran online seperti fokus rekomendasi hasil rakernas Kemenristekdikti yang disebut pada awal tulisan ini.

Sebagai contoh, mahasiswa Y mengambil mata kuliah A. Pada kurikulum lama, mata kuliah A bukan mata kuliah berpraktek. Saat Y mengulang mata kuliah tersebut pada semester selanjutnya, mata kuliah tersebut berubah menjadi mata kuliah praktek karena pergantian kurikulum. Pada perguruan tinggi yang menerapkan sistem semi ekivalensi kurikulum, mahasiswa Y cukup melaksanakan ujian tanpa harus menunggu terpenuhi kuota untuk melaksanakan praktek atau jika praktek online belum tersedia atau sistem pelaksanaan kurikulum belum tersosialisasi dengan baik. Dengan tipe sistem seperti ini diharapkan tujuan peningkatan kompetensi mahasiswa dapat dijembatani oleh perguruan tinggi melalui kurikulum baru dan di saat bersamaan mahasiswa merasa terjamin karena haknya terfasilitasi secara unik sesuai kebutuhan.

Kurikulum baru akan selalu menemui beberapa kendala saat penerapannya. Oleh karena itu, pengawasan dan evaluasi agar kurikulum berjalan dengan baik sesuai tujuan tidak dapat semata-mata dipercayakan kepada pimpinan perguruan tinggi dan para pejabat terkait di Kemenristekdikti. Mahasiswa sebagai objek utama diminta untuk proaktif untuk mengawal dan kreatif memberi saran membangun. Di sisi lain, pihak peguruan tinggi mampu berlapang dada mendengarkan dan mewujudkan cita-cita bersama yang melandasai sebuah kurikulum dirubah. Karena sekali lagi, tujuan kurikulum dan repotnya urusan pergantian kurikulum adalah kebutuhan. Kebutuhan mahasiswa dan perguruan tinggi. Kebutuhan untuk mencetak mahasiswa lebih berkualitas. Untuk kualitas Indonesia kini dan nanti.

Seperti jawaban saya ke Af, “karena mama masih butuh belajar agar mahasiswa dan mama dapat lebih baik dari sebelumnya”.

 

Terbit pada Tajuk rakyatmerdekanews.com, 8 Januari 2019.

Posted in NewsLeave a Comment on Kenapa Mama Masih Belajar Padahal Sudah Tamat S-3?

Meleburkan Arogansi Tersembunyi Perguruan Tinggi

Artikel opini berjudul Arogansi Turut Menjatuhkan Perusahaan (Kompas, 30/06/2018) terus teriang dan memanggil-manggil untuk menuliskan sesuatu yang terpendam dan menjadi kekhawatiran sejak lama. Sayangnya dengan alasan kesibukan ngantor dari jam delapan hingga setengah lima petang maka panggilan tersebut dengan menyesal diabaikan.

Namun berita Ristekdikti (03/07/2018) tentang pengumuman Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) mematahkan alasan kesibukan dan mewujudkan asa beropini dengan memanfaatkan limpahan waktu pada dinihari. Hanya 19,3% peserta ujian SBMPTN 2018 dinyatakan lolos di 85 PTN. Dengan kata lain, ada 694.170 calon mahasiswa yang akan mengisi jalur seleksi mandiri PTN/PTS atau jalur tanpa tes Universitas Terbuka.

Jumlah tersebut bukan pangsa pasar yang sedikit. Meskipun pendidikan tinggi bukan perusahaan namun tidak dapat dipungkiri jumlah mahasiswa dibutuhkan untuk menopang roda kehidupan sivitas akademika kampus sehingga dapat dipastikan perguruan tinggi akan berlomba-lomba melakukan upaya promosi untuk meningkatkan kuantitas mahasiswanya. Setiap perguruan tinggi baik secara sengaja atau tidak, tersirat atau tersurat akan menonjolkan sisi kelebihan program studi unggulan dan sistem pendidikan.

Gaung PJJ

Sistem pendidikan yang sangat gencar digaungkan oleh Menristekdikti tahun ini adalah Pendidikan Jarak Jauh (PJJ). Hal ini disampaikan Menristekdikti pada 90 pimpinan PTN yang menghadiri pertemuan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia di Universitas Terbuka, Senin, 16 April 2018. Payung hukum PJJ pada pendidikan tinggi tertuang pada Permendikbud Nomor 109 tahun 2013. Jauh sebelum itu, 34 tahun sebelumnya, Universitas Terbuka merupakan aktor tunggal penyelengara PJJ yang diizinkan oleh pemerintah.

Tahun ini, kebanyakan PTN/PTS laksana “kebakaran jenggot” karena geliat serentak yang dikobarkan oleh Menristekdikti tentang PJJ baik PJJ lingkup program studi maupun PJJ lingkup mata kuliah. Setiap perguruan tinggi, mau tidak mau, diharapkan memberikan pengalaman online learning pada mahasiswanya untuk beberapa mata kuliah yang ditawarkan.

Hal yang menarik bukan siapa, atau bagimana mengimplementasikan PJJ di pendidikan tinggi akan tetapi keniscayaan penggunaan teknologi khususnya online yang juga merambah sistem pembelajaran.Seperti sebelumnya, kita sudah disuguhi drama penolakan terhadap ojek online, taksi online, dan shopping online yang kini justru menjadi primadona.

Kegelisahan yang sama juga terbaca di lingkungan kampus yang akan mencoba menerapkan PJJ meskipun masih terlihat elegan. Pertanyaan-pertanyaan meragukan seperti bagaimana pembentukan mental melalui sistem daring, bagaimana sistem laporan untuk mata kuliah berpraktek, dan berbagai keraguan menyertai perpindahan kurikulum pada era revolusi industri keempat.

Melebur Arogansi

Disinilah peran ristekdikti sebagai lembaga yang mengayomi pendidikan tinggi mencoba untuk melebur sifat-sifat arogansi yang tersembunyi pada pendidikan tinggi. Arogansi lahir jika yang ingin didengar dan dikemukakan hanyalah hal yang baik-baik saja. Arogansi tumbuh subur jika budaya berdiam diri lebih diapresiasi dibandingkan upaya memberikan saran perbaikan dan inovasi.

Arogansi rawan muncul ketika PTN/PTS beranggapan pembelajaran tatap muka adalah yang terbaik. Arogansi mencuat ketika Universitas Terbuka hanya menjadi pelaku tunggal PJJ. Kenapa? Karena masyarakat Indonesia yang akan dicerdaskan begitu banyaknya, begitu beragam latar belakang, dan begitu tersebar.

Ketika PTN/PTS konvensional merapatkan diri ke UT untuk bekerjasama tentang PJJ maka sebaliknya UT juga perlu merapatkan diri ke PT lain baik dalam dan luar negeri dalam hal publikasi penelitian. Ini yang dinamakan win-win cooperation. Universitas Terbuka perlu membuka diri untuk meninjau ulang aturan kerja dosen agar lebih banyak bersifat akademik alih-alih pelaku administratif akademik delapan jam sehari. Sehingga perubahan paradigma pendidikan tinggi tidak hanya pekerjaan rumah PT konvensional.

Perguruan tinggi konvensional perlu membuka fikiran untuk menyiapkan berbagai variasi sumber belajar yang dapat diakses dimana saja dan kapan saja oleh mahasiswa. Dosen-dosen PTN/PTS perlu berlega hati ketika waktunya juga tersita untuk melayani pertanyaan dan keluhan mahasiswa secara transparan via online maupun offline pada pembelajaran daring.

Peringkat 100 perguruan tinggi oleh dikti sudah diumumkan. Ketika kurikulum sudah direvisi seyogyanya kriteria pemeringkatan 100 perguruan tinggi juga perlu segera dibenahi dengan mempertimbangkan pengelompokkan berdasarkan penerapan PJJ. Agar UT yang sekarang menjadi primadona untuk diajak kerjasama dalam PJJ dapat dinilai berimbang pada sistem pemeringkatan oleh dikti. Faktanya, dengan sistem Revolusi Industri 4.0, cukup banyak perguruan tinggi yang sudah menggeliat dengan sistem PJJ. Sehingga layak dan pantas menjadi salah satu komponen penilaian peringkat perguruan tinggi.

Tidak pernah ada kata sempurna bagi yang ingin selalu meningkatkan kualitas. Pendidikan tinggi sudah saatnya menerima tantangan zaman dengan memperluas akses namun tetap konsisten memperhatikan detil kualitas dan menghargai yang kecil. Agar angsa emas tetap bertelur emas tanpa harus dipaksakan.

Saatnya saling membuka diri menerima saran dan kritikan untuk merangkul sebanyak mungkin potensi mahasiswa dalam rangka meningkatkan angka partisipasi kasar Indonesia. Bergandengan tangan menyelesaikan persoalan peningkatan kemampuan manusia Indonesia di mata bangsa sendiri dan internasional. Demi memantapkan diri sebagai generasi berkualitas siap pakai pada masa emas 2030. Indonesia kita.

Terbit pada Tajuk rakyatmerdeka.news.com, 22 Desember 2018.

Posted in NewsLeave a Comment on Meleburkan Arogansi Tersembunyi Perguruan Tinggi